Hoopiz.com – Rasa cinta terhadap kelestarian lingkungan dirasa penting untuk ditumbuhkan oleh pengusaha Sukanto Tanoto. Untuk itu, ia mengajak perusahaan yang didirikannya untuk mengenalkannya kepada publik.

Sukanto Tanoto adalah pendiri sekaligus Chairman Royal Golden Eagle (RGE), korporasi kelas internasional yang bergerak dalam bidang pemanfaatan sumber daya. Melalui perusahaannya, Sukanto Tanoto mampu memanfaatkan kekayaan alam menjadi produk-produk bermanfaat.
Bisnis yang digeluti membuat pemahaman Sukanto Tanoto tentang lingkungan sangat dalam. Ia tahu persis bahwa kelestarian alam begitu penting. Jika manusia mengabaikannya, maka kualitas hidup bisa menurun.
Oleh karena itu, di mata pengusaha kelahiran 25 Desember 1949 ini, rasa cinta terhadap lingkungan harus ditularkan kepada siapa saja. Ia mengajak perusahannya yang bernaung di bawah grup RGE agar mau melaksanakannya.
“Saya selalu percaya bahwa perlindungan lingkungan seharusnya tidak menjadi beban bagi perusahaan. Tapi, justru menjadi sebuah sumber daya yang kaya bagi perusahaan, sepanjang hal itu dilakukan dengan perilaku yang baik dan komprehensif. Saya akan mengeluarkan uang untuk proteksi lingkungan, serta melakukan riset dan mengkajinya,” kata Sukanto Tanoto.
Ajakan Sukanto Tanoto disambut baik oleh anak-anak perusahaan RGE. Salah satunya adalah Asian Agri. Produsen kelapa sawit terkemuka di Asia ini menghadirkan kegiatan yang dinamai Sekolah Sawit Lestari.
Program ini sebenarnya merupakan kegiatan pendamping bagi para siswa SD, SMP dan SMA yang sekolahnya memiliki lahan dan memenuhi syarat untuk dikembangkan. Tujuannya untuk memberi nilai manfaat bagi siswa, guru dan seluruh warga sekolah. Namun, kegiatan ini juga berguna untuk memperkuat kesadaran akan kelestarian lingkungan.
Secara garis besar, lewat Sekolah Sawit Lestari, Asian Agri ingin mengenalkan seluk-beluk industri kelapa sawit. Bersamaan dengan itu, disisipkan beragam materi tentang kelestarian lingkungan. Semua dilengkapi dengan pengajaran tentang pengelolaan perkebunan termasuk dasar-dasar pengetahuan di lapangan, implementasi praktik terbaik dengan panduan dari Asian Agri sebagai perusahaan pendamping.
Asian Agri pertama kali meluncurkan program tersebut pada 16 November 2016. Mereka memilih SMA Negeri 11, Desa Terusan, Kecamatan Maro Sebo Ilir, Kabupaten Batanghari, Jambi, sebagai lokasi pertama penerapan Sekolah Sawit Lestari.
Memanfaatkan lahan seluas 0,8 hektare yang dimiliki sekolah, para siswa diajari cara pengelolaan perkebunan kelapa sawit oleh Asian Agri. Kebetulan banyak di antara para siswa SMA Negeri 11 yang merupakan anak petani kelapa sawit. Sedikit banyak hal itu akan berguna sekaligus telah akrab bagi para siswa.
Akan tetapi, program Sekolah Sawit Lestari bukan merupakan upaya dari Asian Agri untuk mengarahkan para siswa menjadi petani kelapa sawit. Di balik program ini, mereka justru mengajari para siswa beragam cara untuk melestarikan lingkungan.
Hal itu ada dalam rangkaian materi program yang menjadi muatan lokal di sekolah-sekolah yang ada di Kabupaten Batanghari tersebut. Misalnya pembelajaran tentang bagaimana cara mengendalikan gulma, merawat, serta memupuk sawit. Bahkan, proses pemanenan juga diajarkan.
“Semuanya diajarkan dari pra hingga pascapanen,” kata Kepala Sekolah SMA Negeri 11 Batanghari Al Fakihi.
Lantas, di sisi manakah terdapat langkah penanaman rasa cinta terhadap lingkungan? Pendekatan yang dipilih oleh Asian Agri ternyata bersifat tidak langsung.
Dalam program Sekolah Sawit Lestari, perusahaan Sukanto Tanoto itu mengenalkan tata cara berkebun kelapa sawit yang benar. Selama pengajaran itu diselipkan pemahaman mengenai arti penting pelestarian lingkungan.
Misalnya penanganan hama kelapa sawit. Asian Agri tidak memakai pestisida. Mereka justru memakai pendekatan alamiah. Contohnya nyata untuk mengantasi hama ulat api. Mereka justru menanam bunga pukul delapan di sekitar lahan perkebunan.
Asian Agri tahu bahwa ulat api memiliki predator alami, yakni serangga Sycanus leucomesus. Spesies itu sangat senang berdiam di bunga pukul delapan yang menjadi habitat alaminya. Diharapkan, dengan menanamnya, maka Sycanus leucomesus akan datang dan mengontrol populasi hama ulat api.
MENULARKAN KEBIASAAN KE RUMAH

Untuk menanamkan rasa cinta kepada lingkungan dalam Sekolah Sawit Lestari, Asian Agri melakukannya lewat mengubah kebiasaan buruk. Mereka mengenalkan cara menanam kelapa sawit yang baru dan ramah lingkungan.
Ambil contoh terkait kebiasaan membuka lahan baru dengan membakar. Selama ini, para siswa melihatnya sebagai hal biasa. Sebab, orang-orang di sekitar mereka sering melakukannya.
Namun, lewat program Sekolah Sawit Lestari kebiasaan tersebut diubah. Siswa diajari cara mengolah tanah sehingga tidak perlu membuka lahan anyar dengan membakar ketika hendak menanam kelapa sawit.
Pembelajaran ini diharapkan oleh perusahaan Sukanto Tanoto tersebut akan dijadikan kebiasaan dan menjadi pengetahuan baru bagi para siswa. Nanti, ketika pulang ke rumah, mereka diharap bisa menularkannya ke orang tua atau orang-orang di sekitar rumah.
“Dengan adanya Sekolah Sawit Lestari, anak-anak SMA memiliki pengetahuan tentang kelapa sawit yang lebih baik. Siswa di SMA 11 ini kebanyakan anak petani binaan. Mereka bisa membantu orang tuanya untuk mempraktikan perkebunan sawit yang baik,” kata Senior Manager PT Inti Indosawit Subur (unit bisnis Asian Agri, Red.) Muhammad kepada Kompas.com.
Selain sebagai pembelajaran, Sekolah Sawit Lestari juga bermanfaat bagi sekolah dalam segi finansial. Sekolah bisa memanfaatkan lahan yang terbengkalai dengan menanam kelapa sawit. Hasilnya kemudian dapat dijual ke Asian Agri sebagai sumber pendapatan tambahan.
Hal ini sengaja dilakukan dalam Sekolah Sawit Lestari sebagai bentuk lain penyadaran kepada siswa. Mereka ditunjukkan secara nyata tentang manfaat pelestarian lingkungan.
Dengan menanam kelapa sawit secara benar dan ramah lingkungan ternyata hasil yang diperoleh jauh lebih besar. Jadi, di dalam benak para siswa akan tertanam pola pikir bahwa penting sekali untuk menjalankan praktik pertanian secara bertanggung jawab.
SMA Negeri 11 Batanghari sudah membuktikannya sendiri dengan nyata. Mereka telah menanam 100 pokok pohon kelapa sawit dalam Sekolah Sawit Lestari. Diperkirakan pohon yang ditanam akan bisa dipanen dalam 28 bulan ke depan. Saat itulah buah kerja keras siswa akan dinikmati.
Diprediksi kelapa sawit bisa berbuah dengan produktivitas 250 kilogram (kg) tandan buah segar per batang per tahun. Jika ditotal, hasil setiap 3,5 pohon sawit itu yang dihargai Rp 1.800 per kg, sudah setara dengan bantuan operasional sekolah untuk satu orang siswa SMA sebesar Rp 1,4 juta per tahun.
Hasil yang tidak main-main tentunya. Itu akan membuka mata kepada para siswa bahwa alam akan memberikan yang jauh lebih besar jika dirawat dengan baik.
Jadi, tidak selamanya pengajaran kesadaran lingkungan harus berupa seminar di dalam kelas. Praktik berkebun langsung seperti Sekolah Sawit Lestari yang dicetuskan oleh Asian Agri juga bisa efektif. Peserta akan tersentuh dan melihat secara nyata manfaat melestarikan lingkungan.
Kalau itu terjadi, misi Asian Agri berarti telah tercapai. Mereka mampu menjalankan arahan pendirinya, Sukanto Tanoto, untuk aktif dalam menjaga keseimbangan iklim.