Harga Rumah Tetap Wajar dengan Sistem Zonasi

Awal tahun 2015 lalu, pemerintah menggelontorkan program 1 juta rumah. Sebelumnya, program KPR (Kredit Pemilikan Rumah) juga sudah jauh dirilis oleh pemerintah. KPR bersubsidi atau Perumahan Murah berskema FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan). FLPP adalah program yang memiliki tujuan untuk memberi keringanan bagi MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah) untuk mempunyai rumah layak huni.

mencari perumahan murah bersubsidi

Berangkat dari program di atas, pemerintah terus mengupayakan agar rumah bersubsidi tersedia dengan harga cicilan yang relatif terjangkau. Program ini lebih luah cakupannya karena menyasar kalangan PNS (Pegawai Negeri Sipil) serta MBR seperi buruh hingga nelayan. Pada skema FLPP, masyarakat calon pembeli wajib memiliki persyaratan yang ditetapkan, seperti mempunyai gaji maksimal 4juta Rupiah/bulan.

Tidak berhenti di situ, Kementrian PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) juga mulai mengatur ketersediaan rumah layak huni dan murah untuk kalangan informal. Hanya saja, kebanyakan masyarakat masih beranggapan bahwa program ini masih belum cukup terjangkau alias masih mahal.

Akhirnya, rumah murah berharga “mahal” ini menjadi polemik. Lantas, seperti apa pemerintah menanggapi hal tersebut?

Ternyata, harga per meter tanah yang terus menanjak menjadi sebabnya. Karena sebagian tanah bukan milik negara melainkan perorangan, maka tanah tersebut masuk ke ranah mekanisme pasar. Hal ini membuat harganya kian naik dari masa ke masa (harga tanah naik setiap tahunnya 20-30%). Ini baru tanah, belum dihitung bahan material yang bisa mengalami lonjakan 5-8%/tahun

Dampaknya, pihak developer atau pengembang dalam memberikan usulan harga, selalu ingin dinaikkan harganya dari tahun ke tahun. Jika demikian, apakah kontrol nilai rumah ada di tangan developer? Kenyataannya tidak selalu seperti itu. Pemerintah hadir sebagai penyeimbang antara ketersediaan perumahan murah dengan kepentingan pihak pengembang (bisnis developer).

Pemerintah terus mengontrol serta memperhatikan daya beli di masyarakat Indonesia. Pemerintah selalu berusaha menjaga agar kenaikan yang terjadi tidak lebih dari 6%/tahunnya. Dalam konteks ini, harga sebuah rumah masih dijaga ketat oleh pemerintah.

Selain itu, dengan adanya sistem zonasi, harga rumah bisa tetap terkontrol meskipun zonasi ini tidak berlaku di wilayah Jabodetabek. Sehingga, harga rumah di pulau Jawa dengan pulau Kalimantan akan berbeda, begitu pula dengan di Sumatera atau Sulawesi dan lainnya.

Jika disinggung tentang keuntungan pengembang, ternyata keuntungan pengembang hanya berkisar 10-15% saja untuk kategori rumah murah.

Akhirnya, semoga pemerintah bisa menemukan jalan terbaik agar setiap rakyat berkesempatan memiliki rumah murah yang layak untuk dihuni.

Seorang apoteker dan ibu yang hobi memasak, menulis serta berbagi informasi di media online. Saat ini ikut menjadi kontributor di Hoopiz.com
Lihat semua tulisan 📑.